Minggu, 07 Agustus 2011

Wayang Kulit

Ki Mantep Sudharsono - Dalang Wayang Kulit
Wayang Kulit diperkirakan sudah ada sejak sekitar abad ke IX. Dalam prasasti Bebetin yang berangka tahun Çaka 818 ( 896 M), dari zaman pemerintahan raja Ugrasena di Bali, ditemukan sejumlah istilah seni pertunjukan yang diyakini berarti wayang atau pertunjukan wayang (baca : Serba Neka Wayang Kulit Bali, 1975).

Wayang Kulit sendiri semakin populer dengan masukkanya ajaran Islam ke Indonesia, karena pada jaman itu para walisongo menggunakan kesenian ini untuk berdakwa sehingga terjadi proses akulturasi yang baik tanpa ada permusuhan dalam agama.



Pada jaman itu pertunjukan Wayang kulit merupakan sala satu media pendidikan informal, karena kesenian ini menggabungkan beberapa unsur antara lain, seni rupa, sastra, gerak dan suara. Dengan mengambil karya klasik seperti Mahabarata dan Ramayana, kesenian ini mampu menyajikan pesan kepada penontonnya untuk berbuat baik dan menerapkannya dalam kehidupan sehari hari.
Wayang Kulit

Yang paling berperan dalam kesenian ini adalah sang dalang, dalang yang baik adalah dalang yang mampu menceritakan isi cerita dengan menjalankan sang wayang seperti tampak hidup, kemampuan sang dalang bukan hanya mahir dalam mengpolah cerita dan menggerakan wayangnya, namun tuntuan dari sang dalang ini adalah dia mampu merubah suaranya menjadi berbagai bermacam macam karakternya yang ada dalam cerita tersebut, dan mampu duduk berjam jam selama pertunjukan, biasanya waktu pertunjukan mencapai 12-15 jam tergantung dari cerita yang dibawakannya.

Selain itu dalam  pertunjukan Wayang Kulit melibatkan antara 3 orang sampai 15 orang yang meliputi : dalang, pengiring dan jika diperlukan sepasang pembantu dalang (tututan). Komando tertinggi dalam pertunjukan Wayang Kulit ada pada si dalang. Untuk mementaskan wayang para dalang memerlukan sekitar 125 - 130 lembar wayang yang disimpan dalam kotak wayang (kropak).
Diberdayakan oleh Blogger.